Google search

Wednesday, November 9, 2011

ETNOBOTANI

Gagan Wijaya
Besarnya peranan keanekaragaman hayati tumbuhan bagi kelangsungan hidup manusia dan kemanusiaan, serta bagi pembangunan memberikan alasan kuat mengapa penelitian etnobotani dan etnobiologi dilakukan dalam kaitannya dengan konservasi (Yulia 2009). Perubahan tata kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan yang semakin pesat dewasa ini tentu akan berdampak pada budaya, pola hidup, dan kelestarian sumberdaya alam hayati. (Rahayu et al. 2008). Adanya modernisasi budaya dapat menyebabkan hilangnya pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat (Bodeker 2000).

Etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai hubungan antara botani (tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya (Suryadarma 2008). Penelitian etnobotani diawali oleh para ahli botani yang memfokuskan tentang persepsi ekonomi dari suatu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal (Sood et al. 2001). Studi etnobotani akhirnya bermanfaat ganda, karena selain bermanfaat bagi manusia dan lingkungan, dan perlindungan pengetahuan tersebut, melalui perlindungan jenis jenis tumbuhan yang digunakan (Suryadarma 2008).
Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisioal, masyarakat awam yang telah menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya (Suryadarma 2008). Ahli etnobotani bertugas mendokumentasikan dan menjelaskankan hubungan kompleks antara budaya dan penggunaan tumbuhan dengan fokus utama pada bagaimana tumbuhan digunakan, dikelola, dan dipersepsikan pada berbagai lingkungan masyarakat, misalnya sebagai makanan, obat, praktik keagamaan, kosmetik, pewarna, tekstil, pakaian, konstruksi, alat, mata uang, sastra, ritual, serta kehidupan sosial (Acharya & Anshu 2008).
Ilmu etnobotani akan sangat efektif apabila diterapkan pada masyarakat lokal. Para ahli etnobotani terlebih dahulu harus mengetahui nama-nama tumbuhan yang akan dipelajari, selain nama latin, mengetahui nama sebutan suatu tumbuhan di suatu daerah juga penting (Purwanto 2004). Kini ilmu etnobotani mengarah kepada sasaran untuk mengembangkan sistem pengetahuan masyarakat lokal terhadap tanaman obat sehingga dapat menemukan senyawa kimia baru yang berguna dalam pembuatan obat-obatan modern untuk menyembuhkan penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker, AIDS dan jenis penyakit lainnya (Acharya & Anshu 2008).
Penelitian kualitatif yang sejak lama mendominasi ilmu ilmu sosial telah mencair sejalan dengan semakin terbukanya penelitian kuantitatif. Pemahaman metodologi yang semakin lengakap harus dimulai dengan menggabungkan metodologi kualitatif dengan metode kuantitatif. Etnobotani tidak hanya membicarakan pengembangan pengetahuan masyarakat awan tentang penggunaan tumbuhan, tetapi telah menggabungkan metoda penelitian kuantitatif (Suryadarma 2008). Teknik wawancara merupakan salah satu cara sangat penting dalam memperoleh data. Beberapa teknik wawancara antara lain; (1) wawancara berencana (standardized interview), (2) wawancara tak berencana (unstandardized interview), dan (3) wawancara sambil lalu (casual interview). Berdasarkan bentuk pertanyaannya dikenal wawancara tertutup dan wawancara terbuka (Suryadarma 2008).
Data etnobotani adalah data tentang pengetahuan botani masyarakat dan organisasinya, bukan data taksonomi botaninya. Penelitian etnobotani telah menggunakan jasa-jasa penelitian statistik dalam memperoleh data dan menganalisis, terutama untuk mengungkap nilai nilai manfaat jenis tumbuhan tersebut. Misalnya persepsi masyarakat terhadap jenis tumbuhan diperoleh menggunakan sistem pengulangan wawancara pada informan. Uji-uji statistik mulai dilakukan, untuk memperkuat penelitian kualiatif melalui kuantifikasi data. Organisasi data dapat disajikan dengan data kecenderungan, rerata. Persepsi masyarakat terhadap pengetahuan tertentu dapat dilakukan uji sederhana. Dalam memperolah perbedaan pengetahuan dapat dilakukan dengan uji beda. Uji beda digunakan untuk melacak tingkat pengetahuan antara kelompok masyarakat. Perbedaan antara kelompok generasi muda dengan generasi tua, tingkat pendidikan, atau kombinasinya. Hasil wawancara diolah menjadi data kuatitatif dengan skala tertentu. Data disusun antar kelompok generasi muda dengan generasi tua, antara lokasi desa penelitian. Kejelasan data selanjutnya diolah kedalam bentuk grafik histogram, dan dilengakapi uji statistik yaitu uji beda (Suryadarma 2005).

DAFTAR PUSTAKA
Acharya D, Anshu S. 2008. Indigenous Herbal Medicines: Tribal Formulations and Traditional Herbal Practices. Jaipur: Aavishkar Publishers Distributor.
Bodeker G. 2000. Indigenous Medical Knowledge: The Law and Politics of Protection. Oxford Intellectual Property Research Centre Seminar in St. Peter’s College, 25 Januari 2000, Oxford.
Purwanto Y. 2004. The Ethnobiological Society of Indonesia. J Tropic Etnobiol 1(1):3-5.
Rahayu M, Sunarti S, Prihardhyanto AK. 2008. Kajian Etnobotani Pandan Samak (Pandanus odoratissimus L.f.): Pemanfaatan dan Peranannya dalam Usaha Menunjang Penghasilan Keluarga di Ujung Kulon, Banten. Biodiversitas 9(4): 310-314.
Sood SK, Nath R. and Kalia, D.C. 2001. Ethnobotany of Cold Desert Tribes of Lahoul-Spiti (N.W. Himalaya). New Delhi: Deep Publications.
Suryadarma IGP. 2005. Konsepsi Kosmologi dalam Pengobatan Usada Taru Pramana.. Journal of Tropical Ethnobiology 2(1) Januari 2005. LIPI. Bogor
Suryadarma IGP. 2008. Diktat Kuliah Etnobotani. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Yulia AK. 2009. Keanekaragaman Hayati, Budaya dan Ilmu Pengetahuan. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Etnobotani IV; Jakarta, 5 Maret 2009. http://www.biologi.lipi.go.id/bio_indonesia/mTemplate.php?h=42&id_pengumuman=5 [9 Oktober 2011].

No comments: