Gagan Wijaya
Besarnya peranan keanekaragaman hayati tumbuhan bagi
kelangsungan hidup manusia dan kemanusiaan, serta bagi pembangunan memberikan
alasan kuat mengapa penelitian etnobotani dan etnobiologi dilakukan dalam
kaitannya dengan konservasi (Yulia 2009). Perubahan tata kehidupan
masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan yang semakin pesat dewasa ini
tentu akan berdampak pada budaya, pola hidup, dan kelestarian sumberdaya alam
hayati. (Rahayu et al. 2008). Adanya modernisasi budaya dapat menyebabkan
hilangnya pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat (Bodeker 2000).
Etnobotani secara terminologi dapat dipahami sebagai
hubungan antara botani (tumbuhan) yang terkait dengan etnik (kelompok
masyarakat) di berbagai belahan bumi, dan masyarakat umumnya (Suryadarma 2008).
Penelitian etnobotani diawali oleh para ahli botani yang memfokuskan tentang persepsi ekonomi dari suatu tumbuhan yang digunakan
oleh masyarakat lokal (Sood et al.
2001). Studi etnobotani akhirnya bermanfaat ganda, karena selain bermanfaat
bagi manusia dan lingkungan, dan perlindungan pengetahuan tersebut, melalui
perlindungan jenis jenis tumbuhan yang digunakan (Suryadarma 2008).
Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk
mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisioal, masyarakat awam yang telah
menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya
(Suryadarma 2008). Ahli etnobotani bertugas mendokumentasikan dan
menjelaskankan hubungan kompleks antara budaya dan penggunaan tumbuhan dengan fokus utama pada bagaimana
tumbuhan digunakan, dikelola, dan dipersepsikan pada berbagai lingkungan masyarakat, misalnya sebagai makanan, obat, praktik keagamaan, kosmetik, pewarna, tekstil, pakaian, konstruksi, alat, mata uang, sastra, ritual, serta kehidupan sosial (Acharya
& Anshu 2008).
Ilmu etnobotani akan sangat efektif apabila diterapkan
pada masyarakat lokal. Para ahli etnobotani terlebih dahulu harus mengetahui
nama-nama tumbuhan yang
akan dipelajari, selain nama latin, mengetahui nama
sebutan suatu tumbuhan di suatu
daerah juga penting (Purwanto 2004). Kini ilmu etnobotani mengarah kepada
sasaran untuk mengembangkan sistem pengetahuan masyarakat lokal terhadap tanaman obat sehingga dapat menemukan senyawa kimia baru yang berguna dalam pembuatan
obat-obatan modern untuk menyembuhkan penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker, AIDS dan jenis penyakit lainnya (Acharya & Anshu 2008).
Penelitian kualitatif yang sejak lama mendominasi
ilmu ilmu sosial telah mencair sejalan dengan semakin terbukanya penelitian
kuantitatif. Pemahaman metodologi yang semakin lengakap harus dimulai dengan
menggabungkan metodologi kualitatif dengan metode kuantitatif. Etnobotani tidak
hanya membicarakan pengembangan pengetahuan masyarakat awan tentang penggunaan
tumbuhan, tetapi telah menggabungkan metoda penelitian kuantitatif (Suryadarma
2008). Teknik wawancara merupakan salah satu cara sangat penting dalam
memperoleh data. Beberapa teknik wawancara antara lain; (1) wawancara berencana
(standardized interview), (2) wawancara tak berencana (unstandardized
interview), dan (3) wawancara sambil lalu (casual interview). Berdasarkan
bentuk pertanyaannya dikenal wawancara tertutup dan wawancara terbuka
(Suryadarma 2008).
Data etnobotani adalah data tentang pengetahuan
botani masyarakat dan organisasinya, bukan data taksonomi botaninya. Penelitian
etnobotani telah menggunakan jasa-jasa penelitian statistik dalam memperoleh
data dan menganalisis, terutama untuk mengungkap nilai nilai manfaat jenis
tumbuhan tersebut. Misalnya persepsi masyarakat terhadap jenis tumbuhan
diperoleh menggunakan sistem pengulangan wawancara pada informan. Uji-uji
statistik mulai dilakukan, untuk memperkuat penelitian kualiatif melalui
kuantifikasi data. Organisasi data dapat disajikan dengan data kecenderungan,
rerata. Persepsi masyarakat terhadap pengetahuan tertentu dapat dilakukan uji
sederhana. Dalam memperolah perbedaan pengetahuan dapat dilakukan dengan uji
beda. Uji beda digunakan untuk melacak tingkat pengetahuan antara kelompok
masyarakat. Perbedaan antara kelompok generasi muda dengan generasi tua,
tingkat pendidikan, atau kombinasinya. Hasil wawancara diolah menjadi data
kuatitatif dengan skala tertentu. Data disusun antar kelompok generasi muda
dengan generasi tua, antara lokasi desa penelitian. Kejelasan data selanjutnya
diolah kedalam bentuk grafik histogram, dan dilengakapi uji statistik yaitu uji
beda (Suryadarma 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Acharya D, Anshu S.
2008. Indigenous Herbal Medicines: Tribal Formulations and Traditional
Herbal Practices. Jaipur: Aavishkar Publishers Distributor.
Bodeker G. 2000.
Indigenous Medical Knowledge: The Law and Politics of Protection. Oxford Intellectual Property Research Centre
Seminar in St. Peter’s College, 25 Januari 2000, Oxford.
Purwanto Y. 2004. The
Ethnobiological Society of Indonesia. J Tropic Etnobiol 1(1):3-5.
Rahayu M, Sunarti S,
Prihardhyanto AK. 2008. Kajian Etnobotani Pandan Samak (Pandanus odoratissimus
L.f.): Pemanfaatan dan Peranannya dalam Usaha Menunjang Penghasilan Keluarga di
Ujung Kulon, Banten. Biodiversitas 9(4): 310-314.
Sood SK, Nath R. and
Kalia, D.C. 2001. Ethnobotany of Cold Desert Tribes of Lahoul-Spiti (N.W.
Himalaya). New Delhi: Deep Publications.
Suryadarma IGP. 2005.
Konsepsi Kosmologi dalam Pengobatan Usada Taru Pramana.. Journal of Tropical Ethnobiology 2(1) Januari 2005. LIPI. Bogor
Suryadarma IGP. 2008. Diktat Kuliah Etnobotani. Yogyakarta:
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Yulia AK. 2009. Keanekaragaman
Hayati, Budaya dan Ilmu Pengetahuan. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Etnobotani IV; Jakarta, 5 Maret 2009. http://www.biologi.lipi.go.id/bio_indonesia/mTemplate.php?h=42&id_pengumuman=5 [9 Oktober 2011].
No comments:
Post a Comment