Gagan H Wijaya
Secara alami Indonesia ditumbuhi berbagai jenis pepohonan sejak zaman dahulu. Namun, dengan pertumbuhan penduduk yang semakin besar tidak dapat dipungkiri lahan yang subur untuk pepohonan pun semakin menyempit. Daerah yang dulunya dikenal dengan desa sekarang sudah berubah menjadi kota kecil dan kota kecil berubah menjadi kota besar. Kawasan yang dulu hijau kini berubah menjadi hunian dan perkantoran. Begitu banyak pepohonan yang hilang sehingga yang tampak hanya kegersangan. Paru-paru kota pun hilang (Kurnia 2011).
Secara alami Indonesia ditumbuhi berbagai jenis pepohonan sejak zaman dahulu. Namun, dengan pertumbuhan penduduk yang semakin besar tidak dapat dipungkiri lahan yang subur untuk pepohonan pun semakin menyempit. Daerah yang dulunya dikenal dengan desa sekarang sudah berubah menjadi kota kecil dan kota kecil berubah menjadi kota besar. Kawasan yang dulu hijau kini berubah menjadi hunian dan perkantoran. Begitu banyak pepohonan yang hilang sehingga yang tampak hanya kegersangan. Paru-paru kota pun hilang (Kurnia 2011).
Bertambahnya jumlah manusia membuat lahan tersisa yang
bisa ditanami menjadi semakin sedikit. Nafsu membangun tempat-tempat yang masih
tersisa ini untuk diubah menjadi hunian manusia membuat keserasian lingkungan
seolah tidak terpikirkan lagi. Setiap jengkal tanah di kota besar menjadi
buruan. Pembangunan gedung berpacu dengan waktu dan pertambahan penduduk.
Bahkan setelah lahan semakin sulit pembangunan gedung tetap saja tidak
berhenti. Orientasi pembangunannya tidak lagi horizontal melainkan vertikal
(Kurnia 2011).
Lingkungan perkotaan hanya berkembang dari segi ekonomi,
namun terjadi penurunan kondisi lingkungan secara ekologi. Yang seharusnya
tercipta adalah adanya keseimbangan antara lingkungan perkotaan secara ekologi
dengan perkembangan secara ekonomi. Kondisi ini mengakibatkan terganggunya
keseimbangan ekosistem perkotaan, contoh meningkatnya suhu udara, pencemaran
udara, menurunnya kuantitas dan kualitas air tanah, bencana banjir, intrusi air
laut, dan lain-lain. Keadaan tersebut menyebabkan ketidakharmonisan kehidupan
masyarakat dengan lingkungannya (Kurnia 2011).
Luasan hutan kota pada suatu kawasan perkotaan yaitu 10%
menurut undang-undang. Namun untuk kota yang telah padat penduduk dan memiliki
aktivitas tinggi, maka luasan hutan kota tersebut sangat sulit dicapai. Kota
yang padat cenderung dipenuhi oleh bangunan dan lahan milik masyarakat.
Pembangunan hutan kota di kawasan tersebut akan memiliki kendala pada luasan
hutan kota yang tidak mencukupi. Oleh karena itu, pembangunan hutan kota dapat
dipenuhi dengan memanfaatkan tanah hak untuk mencapai luas kota minimal 10%
atau bahkan lebih.
Pembangunan
hutan kota di tanah hak merupakan salah satu cara untuk memperluas hutan kota
dan tetap menjaga stabilitas lingkungan kota dengan menghijaukan kembali tanah
masyarakat. Tanah hak adalah tanah yang dibebani hak atas tanah (PP No 63
2002). Tanah masyarakat yang awalnya berupa bangunan dapat dikonversi menjadi
hutan kembali dengan izin pemilik hak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
adanya kerjasama dan sukarela dari pemilik lahan untuk membangun kawasan hutan
kota. Dengan adanya kerjasama tersebut, masyarakat memiliki peran penting dalam
membantu pemerintah dalam menghijaukan kembali kota.
Menuru
PP No 63 Tahun 2002, Tanah hak yang direkomendasikan pemilik hak sebagai hutan
kota dapat ditetapkan menjadi hutan kota tanpa adanya pembebasan tanah.
Pemegang hak dapat memperoleh insentif atas tanah hak yang ditetapkan sebagai
hutan kota. Pemberian insentif diatur dengan Peraturan Daerah. Tanah hak
ditetapkan sebagai hutan kota untuk jangka waktu paling sedikit 15 (lima belas)
tahun. Penetapan tanah hak dapat dilakukan tanpa melalui proses penunjukan dan
pembangunan. Tanah hak yang dapat dimintakan penetapannya sebagai hutan kota,
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.
terletak
di wilayah perkotaan dari suatu Kabupaten/Kota atau provinsi untuk Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta;
b.
merupakan
ruang terbuka hijau yang didominasi pepohonan;
c.
mempunyai
luas yang paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar dan mampu membentuk
atau memperbaiki iklim mikro, estetika, dan berfungsi sebagai resapan air.
Penetapan dan perubahan peruntukan tanah hak sebagai
hutan kota dilakukan dengan Keputusan Bupati/ Walikota. Penetapan dan perubahan
peruntukan tanah hak dilakukan berdasarkan permohonan dari pemegang hak.
Penggunaan
lahan hak untuk fungsi hutan kota tentunya memiliki berbagai kendala pada
kondisi masyarakat perkotaan. Tanah yang dialihfungsikan menjadi hutan kota
dianggap tidak bermanfaat dan menurunkan produktivitas lahan secara ekonomi.
Masyarakat akan lebih memilih membangun gedung, pasar, supermarket atau fungsi
lainnya untuk mendatangkan manfaat ekonomi yang melimpah. Hal tersebut tentunya
menjadi kendala tersendiri mengingat pembangunan hutan kota di tanah hak
membutuhkan kesadaran dan kerelaan dari pemilik tanah. Hutan kota di tanah hak
perlu dicanangkan dan menjadi program penting pemerintah untuk dapat memenuhi
kebutuhan luasan hutan kota. Masyarakat perlu diberi pengertian dan pendidikan
tentang manfaat hutan kota. Hutan kota tidak hanya bermanfaat untuk saat ini,
namun dapat bermanfaat jangka panjang. Dengan adanya hutan kota, iklim
perkotaan menjadi lebih sejuk dan terbebas dari polusi yang berlebihan.
Membangun
kesadaran masyarakat bukan merupakan hal yang mudah. Masyarakat yang memiliki
pengetahuan lebih di bidang kehutanan dan lingkungan akan memiliki motivasi
tersendiri untuk membangun hutan kota. Mereka lebih terbuka wawasannya tentang
kehutanan. Hutan kota dapat memberikan manfaat yang tidak terbatas bagi mereka.
Namun, untuk masyarakat awam, hutan kota dipandang tidak bermanfaat. Untuk itu
perlu dilakukan penyuluhan, sosialisasi, program pendidikan, pelatihan,
publikasi, kampanye lingkungan serta program-program lain yang dapat dilakukan
untuk mengubah pola fikir masyarakat awam. Hutan kota dapat diwujudkan dengan
mudah pada kawasan yang memiliki rasa bersahabat terhadap alam dan kesadaran
akan lingkungan yang tinggi.
Pembangunan
hutan kota di tanah hak menjadi potensi yang besar dalam pengelolaan lingkungan
perkotaan di masa depan. Pembangunan hutan kota di tanah hak perlu mendapat
perhatian penting dari pemerintah dan perlu dicanangkan mulai saat ini. Di masa
mendatang, penggunaan lahan perkotaan akan lebih tinggi dan peluang pembangunan
hutan kota menjadi sangat rendah. Untuk itu pembentukan pola fikir masyarakat
dan membentuk kesadaran lingkungan sangat penting dilakukan saat ini sebelum
keadaan kota menjadi lebih parah dan tidak teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kurnia IM.
2011. Pengembangan Hutan Kota. http://sylvaindonesia.tripod.com /artikel2.html
Peraturan
Pemerintah RI. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2002 Tentang Hutan Kota. Presiden Republik
Indonesia. Jakarta.
No comments:
Post a Comment