Gagan Hangga Wijaya
Pusat
Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) berdiri pada tanggal 27 Agustus 2001 dan mulai menerima satwa pada bulan September 2001. PPSC
bertujuan untuk membantu pemerintah dalam penanganan permasalahan satwa liar
dilindungi serta mendorong upaya terciptanya penegakkan hukum terhadap
penyelamatan satwa liar dan habitatnya melalui kegiatan-kegiatan yang meliputi
: penyediaan sarana dan fasilitas penampungan satwa liar, mendorong proses
penegakkan hukum, pengelolaan dan pemeliharaan satwa, peningkatan kapasitas
SDM, sosialisasi program, pendidikan & penyadartahuan dan pelibatan masyarakat
sekitar.
PPSC sampai saat ini telah memiliki lahan seluas 11.2 Ha. Penyediaan sarana dan fasilitas penampungan satwa darurat dengan penambahan sarana sesuai kebutuhan mulai dibangun pada bulan Agustus 2001, kemudian pada bulan September 2002 sampai saat ini pembangunan sarana yang lebih lengkap mulai dilakukan antara lain perkantoran, klinik satwa dan sarana kandang. Selama beroperasinya sampai akhir tahun 2002 PPSC telah membantu 16 operasi penegakkan hukum satwa liar yang dilindungi, di wilayah Bandung (4), Cianjur (1), Sukabumi (6), Bogor (4), Serang (1) (YGI 2006).
PPSC sampai saat ini telah memiliki lahan seluas 11.2 Ha. Penyediaan sarana dan fasilitas penampungan satwa darurat dengan penambahan sarana sesuai kebutuhan mulai dibangun pada bulan Agustus 2001, kemudian pada bulan September 2002 sampai saat ini pembangunan sarana yang lebih lengkap mulai dilakukan antara lain perkantoran, klinik satwa dan sarana kandang. Selama beroperasinya sampai akhir tahun 2002 PPSC telah membantu 16 operasi penegakkan hukum satwa liar yang dilindungi, di wilayah Bandung (4), Cianjur (1), Sukabumi (6), Bogor (4), Serang (1) (YGI 2006).
Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) merupakan salah satu pusat
penyelamatan satwa yang tergolong cukup baik pengelolaannya. PPSC memiliki
berbagai koleksi satwa seperti burung, reptilia, dan mamalia. Satwa yang terdapat di PPSC
merupakan satwa yang dalam proses rehabilitasi dan dipersiapkan untuk
dilepaskan kembali ke alam.
Satwa-satwa
yang direhabilitasi tersebut berasal dari hasil sitaan maupun satwa yang
diserahkan sendiri oleh masyarakat untuk dikembalikan ke alam. Satwa-satwa
tersebut dirawat dengan baik dengan memperhatikan aspek kandang/habitat, pakan,
dan populasinya. Untuk satwa burung, dalam satu kandang terdapat 1-3 ekor
burung. Untuk jenis burung elang, dalam satu kandang hanya diisi oleh 1 ekor
saja sedangkan untuk burung jalak putih dalam satu kandang diisi 2-3 ekor. Jenis-jenis
burung yang terdapat di PPS Cikananga diantaranya elang jawa, elang brontok,
elang ular bido, elang hitam, jalak putih, merak, serta kasuari. Jenis-jenis
tersebut mayoritas merupakan jenis yang dilindungi Undang-undang dan umumnya
memiliki nilai komersial tinggi.
Jenis
satwa reptil yang terdapat di PPS Cikananga diantaranya buaya dan kura-kura.
Buaya diletakkan dalam kandang kecil dan besar. Dalam kandang kecil, satu
kandangnya hanya diisi satu ekor buaya dengan ukuran kandang sekitar 6 m x 6 m. Untuk kandang yang besar dibuat menyerupai
kondisi di alam, yaitu berupa genangan air rawa dan daratan dengan ukuran
kandang mencapai 50 m x 50 m dan diisi 2 – 3 ekor buaya. Untuk kandang
kura-kura dibuat menyerupai kondisinya di alam yaitu berupa genangan air rawa
dengan aliran air tenang serta semak belukar berupa daratan. Kandang kura-kura
tersebut diisi oleh 10 ekor kura-kura berukuran besar hingga mencapai diameter karakas
50cm.
Jenis
mamalia di PPS diantaranya orangutan, beruang madu, macan kumbang, linsang, dan
babi kerdil. Orangutan yang ada berjumlah 2 ekor, beruang madu 2 ekor, macan
kumbang 1 ekor, linsang 2 ekor, dan babi kerdil 3 ekor. Jenis satwa-satwa
tersebut dalam masa rehabilitasi namun kenyataannya satwa-satwa tersebut tidak
jauh berbeda kondisinya dengan di kebun binatang, yaitu dimasukkan dalam
kandang dan diberi pakan secara rutin dengan kondisi kandang terbatas.
Seharusnya untuk rehabilitasi satwa dilakukan proses pelatihan satwa agar satwa
dapat mencari makan sendiri seperti kondisi di alam serta habitatnya dibuat
semirip mungkin dengan kondisi di alam. Hal tersebut merupakan salah satu
persoalan tersendiri yang dapat dijadikan kritik dan masukan bagi pengelolaan
Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga.
Untuk
aspek pakan di PPS Cikananga, pakan diberikan secara rutin dengan kondisi 100 %
berasal dari pihak pengelola. Satwa tidak dilatih untuk mencari makan sendiri
seperti kondisinya di alam. Untuk pakan burung, daging, buah-buahan,
biji-bijian disediakan oleh pengelola di setiap kandang burung tersebut. Di dalam
kandang tidak terdapat pohon buah atau tanaman biji-bijian yang dapat menjadi
sumber alami pakan satwa. Burung terbiasa menunggu pakan dari pengelola tanpa
memiliki kemampuan mencari sendiri di alam. Hanya sedikit satwa yang mencari
tambahan pakan sendiri seperti kasuari yang menggali tanah untuk menemukan
cacing. Hal tersebut tentunya menjadi kekurangan dan kelemahan dari pengelolaan
satwa di PPS Cikananga dimana tempat tersebut memiliki tujuan untuk
penyelamatan satwa yang dipersiapkan untuk dilepasliarkan di alam. Kondisi
pengelolaan seperti tersebut tentunya tidak sesuai dengan tujuan rehabilitasi
satwa. Satwa yang direhabilitasi hendaknya dilatih untuk dapat hidup secara
liar di alam dan mampu mencari makan secara liar. Seharusnya kandang dibuat berukuran
besar, dengan di dalamnya disediakan berbagai pohon buah, tanaman biji-bijian,
dan bahkan diberikan pakan hidup seperti ayam hidup, tikus hidup dan lain-lain
untuk satwa elang dan karnivora lainnya. Hal tersebut sangat penting untuk
melatih naluri berburu satwa karcivora tersebut. Jika hanya diberi pakan satwa
mati atau potongan daging, satwa tesebut tidak dapat menemukannya di alam
sehingga kemungkinan hidupnya sangat kecil.
Pakan
reptil juga diberikan secara instan oleh pengelola. Buaya diberikan daging atau
ayam mati. Kura-kura diberikan sayur dan buah-buahan sisa dari pasar dan
supermarket. Hal tersebut tidak baik dari segi kesehatan pakan. Pemberian pakan
berupa ayam mati harus benar-benar diperhatikan. Ayam yang mati mungkin saja
disebabkan penyakit atau virus tertentu. Hal tersebut dapat berpotensi menular
ke buaya yang memakannya. Selain itu, pakan berupa pakan mati atau daging tidak
dapat melatih satwa untuk dapat mencari pakan sendiri di alam. Di alam, pakan
yang ada berupa pakan hidup. Hal tersebut harus menjadi perhatian penting.
Untuk pakan kura-kura, pakan berupa sisa sayur dan buah dari pasar. Hal
tersebut perlu mendapat perhatian mengingat sayur dan buah yang ada di pasaran
umumnya masih mengandung bahan pestisida dan zat kimia lainnya. Seharusnya
pakan dicuci terlebih dahulu, utuk meminimalkan resiko keracunan pestisida
dalam jangka panjang.
Pakan
mamalia juga diberikan seluruhnya oleh pengelola. Khusus untuk macan kumbang,
kondisi fisik satwa tersebut memiliki kecacatan dengan hanya memiliki 3 buah
kaki. Satwa tersebut tidak dapat hidup dengan baik di alam karena tidak mampu
bergerak bebas untuk menangkap mangsanya. Untuk itu, pengelolaannya juga
disesuaikan dengan kondisi satwanya. Pakan diberikan secara instan. Untuk
beruang, madu, orangutan, linsang, dan babi hendaknya dilatih untuk mencari
pakan sendiri di alam dan dijauhkan dari pengaruh manusia. Orangutan di PPSC
telah terbiasa berinteraksi dengan manusia sehingga dikhawatirkan jika
dilepaskan ke alam tidak mampu menghindar dari manusia.
Dari
aspek pengelolaan populasinya, PPSC saat ini sedang memiliki program
pengembangbiakan jalak putih untuk dikembalikan ke alam. Pengembangbiakan
tersebut dilakukan di dalam kandang dengan memberikan fasilitas sarang alami.
Jalak putih dalam satu kandang terdapat sepasang untuk tujuan pengawinannya.
Kemudian di dalamnya disediakan sarang berupa serasah untuk dibuat secara alami
oleh jalak putih tersebut. Hingga saat ini jumlah jalak putih di PPSC mencapai
200 ekor. Satwa tersebut dipersiapkan untuk dilepaskan di kawasan sekitar PPS
Cikananga untuk menreintroduksi jenis tersebut yang pernah ada di kawasan Jawa
Barat.
PPS
Cikananga merupakan organisasi non pemerintah (NGO) dan mendapatkan dana dari
sumbangan swasta atau melalui kerjasama dengan berbagai lembaga dan perusahaan.
Pada awalnya, PPSC didanai sepenuhnya oleh organisasi Java Gibbon namun saat
ini PPSC harus mencari dana sendiri untuk menjalankan pengelolaannya. Berbagai
upaya ditempuh pihak pengelola mulai dari kegiatan pertanian hingga kerjasama
dengan perusahaan yang dicap sebagai perusak lingkungan. Kegiatan pertanian
dilakukan dengan menanam berbagai komoditas pertanian seperti cabai, jagung,
bawang merah, dan buah-buahan. Hasil pertanian tersebut dijual dan kemudian
digunakan untuk membiayai pengelolaan PPSC. Kegiatan kerjasama dilakukan oleh
pengelola dengan salah satu perusahaan pertambangan di papua yang kegiatannya
bertentangan dengan konservasi yaitu PT Freeport Indonesia. Menurut pengelola,
kerjasama tersebut dilakukan untuk memfasilitasi perusahaan tambang seperti PT
Freeport untuk ikut berpartisipasi melestarikan alam. Hal tersebut juga
merupakan salah satu upaya pengelola untuk mencukupi kebutuhan pendanaan agar
proses pengelolaan tetap berjalan.
Pusat
Penyelamatan Satwa seperti PPS Cikananga perlu mendapat perhatian penting dari
pemerintah dan masyarakat luas. Saat ini nama PPS Cikananga masih terasa asing
dan jarang didengar di media maupun di Universitas. Pemerintah kurang
memberikan bantuan kepada PPS Cikananga padahal kegiatannya sangat penting bagi
konservasi dan kelestarian lingkungan. PPS Cikananga hanya dibantu oleh
masyarakat sekitarnya dalam hal bantuan informasi dan perlindungan satwa yang
dilepaskan oleh PPSC. Namun, masyarakat luas belum mendukung kegiatan di PPSC
karena memang mereka tidak mengetahui keberadaan PPSC dan kegiatannya. Untuk
itu, perlu dibantu publikasi baik melalui media massa maupun di berbagai
lembaga pendidikan untuk menyebarluaskan informasi mengenai PPS Cikananga
sehingga kegiatan konservasi satwaliar di PPSC akan terus bertahan. Satwaliar
yang dilepasliarkan oleh PPSC hingga saat ini telah menghuni hutan Jawa Barat dan
berpotensi untuk berkembangbiak dan terhindar dari kepunahan.
Pustaka:
Yayasan Gibbon Indonesia [YGI]. 2006. PPS Cikananga. http://www.gibbon-indonesia.org/index.php?option=com_content&view=article&id=8&Itemid=20
No comments:
Post a Comment