Google search

Friday, January 13, 2012

ASPEK PENGELOLAAN DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA CIKANANGA


Gagan Hangga Wijaya
  Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) berdiri pada tanggal 27 Agustus 2001 dan mulai menerima satwa pada bulan September 2001. PPSC bertujuan untuk membantu pemerintah dalam penanganan permasalahan satwa liar dilindungi serta mendorong upaya terciptanya penegakkan hukum terhadap penyelamatan satwa liar dan habitatnya melalui kegiatan-kegiatan yang meliputi : penyediaan sarana dan fasilitas penampungan satwa liar, mendorong proses penegakkan hukum, pengelolaan dan pemeliharaan satwa, peningkatan kapasitas SDM, sosialisasi program, pendidikan & penyadartahuan dan pelibatan masyarakat sekitar. 

PPSC sampai saat ini telah memiliki lahan seluas 11.2 Ha. Penyediaan sarana dan fasilitas penampungan satwa darurat dengan penambahan sarana sesuai kebutuhan mulai dibangun pada bulan Agustus 2001, kemudian pada bulan September 2002 sampai saat ini pembangunan sarana yang lebih lengkap mulai dilakukan antara lain perkantoran, klinik satwa dan sarana kandang. Selama beroperasinya sampai akhir tahun 2002 PPSC telah membantu 16 operasi penegakkan hukum satwa liar yang dilindungi, di wilayah Bandung (4), Cianjur (1), Sukabumi (6), Bogor (4), Serang (1) (YGI 2006).   
            Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga  (PPSC) merupakan salah satu pusat penyelamatan satwa yang tergolong cukup baik pengelolaannya. PPSC memiliki berbagai koleksi satwa seperti burung, reptilia, dan  mamalia. Satwa yang terdapat di PPSC merupakan satwa yang dalam proses rehabilitasi dan dipersiapkan untuk dilepaskan kembali ke alam.
            Satwa-satwa yang direhabilitasi tersebut berasal dari hasil sitaan maupun satwa yang diserahkan sendiri oleh masyarakat untuk dikembalikan ke alam. Satwa-satwa tersebut dirawat dengan baik dengan memperhatikan aspek kandang/habitat, pakan, dan populasinya. Untuk satwa burung, dalam satu kandang terdapat 1-3 ekor burung. Untuk jenis burung elang, dalam satu kandang hanya diisi oleh 1 ekor saja sedangkan untuk burung jalak putih dalam satu kandang diisi 2-3 ekor. Jenis-jenis burung yang terdapat di PPS Cikananga diantaranya elang jawa, elang brontok, elang ular bido, elang hitam, jalak putih, merak, serta kasuari. Jenis-jenis tersebut mayoritas merupakan jenis yang dilindungi Undang-undang dan umumnya memiliki nilai komersial tinggi.
            Jenis satwa reptil yang terdapat di PPS Cikananga diantaranya buaya dan kura-kura. Buaya diletakkan dalam kandang kecil dan besar. Dalam kandang kecil, satu kandangnya hanya diisi satu ekor buaya dengan ukuran kandang sekitar 6 m x 6 m.  Untuk kandang yang besar dibuat menyerupai kondisi di alam, yaitu berupa genangan air rawa dan daratan dengan ukuran kandang mencapai 50 m x 50 m dan diisi 2 – 3 ekor buaya. Untuk kandang kura-kura dibuat menyerupai kondisinya di alam yaitu berupa genangan air rawa dengan aliran air tenang serta semak belukar berupa daratan. Kandang kura-kura tersebut diisi oleh 10 ekor kura-kura berukuran besar hingga mencapai diameter karakas 50cm.
            Jenis mamalia di PPS diantaranya orangutan, beruang madu, macan kumbang, linsang, dan babi kerdil. Orangutan yang ada berjumlah 2 ekor, beruang madu 2 ekor, macan kumbang 1 ekor, linsang 2 ekor, dan babi kerdil 3 ekor. Jenis satwa-satwa tersebut dalam masa rehabilitasi namun kenyataannya satwa-satwa tersebut tidak jauh berbeda kondisinya dengan di kebun binatang, yaitu dimasukkan dalam kandang dan diberi pakan secara rutin dengan kondisi kandang terbatas. Seharusnya untuk rehabilitasi satwa dilakukan proses pelatihan satwa agar satwa dapat mencari makan sendiri seperti kondisi di alam serta habitatnya dibuat semirip mungkin dengan kondisi di alam. Hal tersebut merupakan salah satu persoalan tersendiri yang dapat dijadikan kritik dan masukan bagi pengelolaan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga.
            Untuk aspek pakan di PPS Cikananga, pakan diberikan secara rutin dengan kondisi 100 % berasal dari pihak pengelola. Satwa tidak dilatih untuk mencari makan sendiri seperti kondisinya di alam. Untuk pakan burung, daging, buah-buahan, biji-bijian disediakan oleh pengelola di setiap kandang burung tersebut. Di dalam kandang tidak terdapat pohon buah atau tanaman biji-bijian yang dapat menjadi sumber alami pakan satwa. Burung terbiasa menunggu pakan dari pengelola tanpa memiliki kemampuan mencari sendiri di alam. Hanya sedikit satwa yang mencari tambahan pakan sendiri seperti kasuari yang menggali tanah untuk menemukan cacing. Hal tersebut tentunya menjadi kekurangan dan kelemahan dari pengelolaan satwa di PPS Cikananga dimana tempat tersebut memiliki tujuan untuk penyelamatan satwa yang dipersiapkan untuk dilepasliarkan di alam. Kondisi pengelolaan seperti tersebut tentunya tidak sesuai dengan tujuan rehabilitasi satwa. Satwa yang direhabilitasi hendaknya dilatih untuk dapat hidup secara liar di alam dan mampu mencari makan secara liar. Seharusnya kandang dibuat berukuran besar, dengan di dalamnya disediakan berbagai pohon buah, tanaman biji-bijian, dan bahkan diberikan pakan hidup seperti ayam hidup, tikus hidup dan lain-lain untuk satwa elang dan karnivora lainnya. Hal tersebut sangat penting untuk melatih naluri berburu satwa karcivora tersebut. Jika hanya diberi pakan satwa mati atau potongan daging, satwa tesebut tidak dapat menemukannya di alam sehingga kemungkinan hidupnya sangat kecil.
            Pakan reptil juga diberikan secara instan oleh pengelola. Buaya diberikan daging atau ayam mati. Kura-kura diberikan sayur dan buah-buahan sisa dari pasar dan supermarket. Hal tersebut tidak baik dari segi kesehatan pakan. Pemberian pakan berupa ayam mati harus benar-benar diperhatikan. Ayam yang mati mungkin saja disebabkan penyakit atau virus tertentu. Hal tersebut dapat berpotensi menular ke buaya yang memakannya. Selain itu, pakan berupa pakan mati atau daging tidak dapat melatih satwa untuk dapat mencari pakan sendiri di alam. Di alam, pakan yang ada berupa pakan hidup. Hal tersebut harus menjadi perhatian penting. Untuk pakan kura-kura, pakan berupa sisa sayur dan buah dari pasar. Hal tersebut perlu mendapat perhatian mengingat sayur dan buah yang ada di pasaran umumnya masih mengandung bahan pestisida dan zat kimia lainnya. Seharusnya pakan dicuci terlebih dahulu, utuk meminimalkan resiko keracunan pestisida dalam jangka panjang.
            Pakan mamalia juga diberikan seluruhnya oleh pengelola. Khusus untuk macan kumbang, kondisi fisik satwa tersebut memiliki kecacatan dengan hanya memiliki 3 buah kaki. Satwa tersebut tidak dapat hidup dengan baik di alam karena tidak mampu bergerak bebas untuk menangkap mangsanya. Untuk itu, pengelolaannya juga disesuaikan dengan kondisi satwanya. Pakan diberikan secara instan. Untuk beruang, madu, orangutan, linsang, dan babi hendaknya dilatih untuk mencari pakan sendiri di alam dan dijauhkan dari pengaruh manusia. Orangutan di PPSC telah terbiasa berinteraksi dengan manusia sehingga dikhawatirkan jika dilepaskan ke alam tidak mampu menghindar dari manusia.
            Dari aspek pengelolaan populasinya, PPSC saat ini sedang memiliki program pengembangbiakan jalak putih untuk dikembalikan ke alam. Pengembangbiakan tersebut dilakukan di dalam kandang dengan memberikan fasilitas sarang alami. Jalak putih dalam satu kandang terdapat sepasang untuk tujuan pengawinannya. Kemudian di dalamnya disediakan sarang berupa serasah untuk dibuat secara alami oleh jalak putih tersebut. Hingga saat ini jumlah jalak putih di PPSC mencapai 200 ekor. Satwa tersebut dipersiapkan untuk dilepaskan di kawasan sekitar PPS Cikananga untuk menreintroduksi jenis tersebut yang pernah ada di kawasan Jawa Barat.
            PPS Cikananga merupakan organisasi non pemerintah (NGO) dan mendapatkan dana dari sumbangan swasta atau melalui kerjasama dengan berbagai lembaga dan perusahaan. Pada awalnya, PPSC didanai sepenuhnya oleh organisasi Java Gibbon namun saat ini PPSC harus mencari dana sendiri untuk menjalankan pengelolaannya. Berbagai upaya ditempuh pihak pengelola mulai dari kegiatan pertanian hingga kerjasama dengan perusahaan yang dicap sebagai perusak lingkungan. Kegiatan pertanian dilakukan dengan menanam berbagai komoditas pertanian seperti cabai, jagung, bawang merah, dan buah-buahan. Hasil pertanian tersebut dijual dan kemudian digunakan untuk membiayai pengelolaan PPSC. Kegiatan kerjasama dilakukan oleh pengelola dengan salah satu perusahaan pertambangan di papua yang kegiatannya bertentangan dengan konservasi yaitu PT Freeport Indonesia. Menurut pengelola, kerjasama tersebut dilakukan untuk memfasilitasi perusahaan tambang seperti PT Freeport untuk ikut berpartisipasi melestarikan alam. Hal tersebut juga merupakan salah satu upaya pengelola untuk mencukupi kebutuhan pendanaan agar proses pengelolaan tetap berjalan.
            Pusat Penyelamatan Satwa seperti PPS Cikananga perlu mendapat perhatian penting dari pemerintah dan masyarakat luas. Saat ini nama PPS Cikananga masih terasa asing dan jarang didengar di media maupun di Universitas. Pemerintah kurang memberikan bantuan kepada PPS Cikananga padahal kegiatannya sangat penting bagi konservasi dan kelestarian lingkungan. PPS Cikananga hanya dibantu oleh masyarakat sekitarnya dalam hal bantuan informasi dan perlindungan satwa yang dilepaskan oleh PPSC. Namun, masyarakat luas belum mendukung kegiatan di PPSC karena memang mereka tidak mengetahui keberadaan PPSC dan kegiatannya. Untuk itu, perlu dibantu publikasi baik melalui media massa maupun di berbagai lembaga pendidikan untuk menyebarluaskan informasi mengenai PPS Cikananga sehingga kegiatan konservasi satwaliar di PPSC akan terus bertahan. Satwaliar yang dilepasliarkan oleh PPSC hingga saat ini telah menghuni hutan Jawa Barat dan berpotensi untuk berkembangbiak dan terhindar dari kepunahan.

Pustaka: Yayasan Gibbon Indonesia [YGI]. 2006. PPS Cikananga. http://www.gibbon-indonesia.org/index.php?option=com_content&view=article&id=8&Itemid=20

No comments: